Pemerintah membuat kebijakan baru yang dinilai cukup miris di mata masyarakat. Hal senada diungkapkan juga oleh Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono, menyayangkan kebijakan pemerintah melaui PT PPI yang melakukan kegiatan impor cangkul dari China dan Vietnam. “Seharusnya Indonesia lebih unggul perihal kebutuhan pertanian, apalagi cangkul yang merupakan alat sederhana,” ungkapnya saat rapat di Semarang, Senin (1/11).
Riyono mengatakan, kebijakan dibukanya keran impor untuk cangkul dari China dan Vietnam ke Indonesia menimbulkan banyak kontroversi. “Mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris yang terkenal dengan keunggulan pertaniannya,” jelasnya. Bahkan ia menilai, Indonesia seharusnya lebih unggul dalam hal-hal alat, benih maupun kebutuhan terkait dunia pertanian.
Riyono menjelaskan. pada tahap pertama impor yang sudah dilakukan sebanyak satu kontainer yang terdapat didalamnya ada 900 box berisi 24 pcs cangkul. “Jumlah ini seharusnya cukup di percayakan pada usaha kecil menengah (UKM) saja,” jelasnya. Terutama untuk wilayah Jawa Tengah, Ia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua sentra pembuatan cangkul. “Bahkan Jika harus memenuhi kebutuhan cangkul se-Indonesia, Jateng siap untuk menyediakan,” terangnya.
Untuk mengantisipasi adanya kekurangan stok cangkul di Indonesia, Politisi fraksi PKS ini menganggap, seharusnya pemerintah mampu mendorong sentra pembuat cangkul dalam negeri agar semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaan pasar. “Ini merupakan wujud ketidak berpihakan pemerintah pusat terhadap perekonomian dalam negeri yang mulai menggeliat, dengan membuka keran impor cangkul sama saja mematikan usaha kecil dan menengah dalam negeri,” tegasnya.
Kebijakan ini, juga dinilai bertentangan dengan UU nomor 19 tahun 2013 pasal 19 ayat 3 dan Perda nomor 5 tahun 2016 pasal 10 ayat 6 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani yang menyatakan bahwa Penyediaan Sarana Produksi Pertanian diutamakan menggunakan produksi dalam negeri. “Itu artinya selama produk dalam negeri masih dapat mencukupi kebutuhan sarana produksi, impor tidak perlu di lakukan,” tandasnya.(pks/vla)
Sumber : www.swarakalibata.com
Riyono mengatakan, kebijakan dibukanya keran impor untuk cangkul dari China dan Vietnam ke Indonesia menimbulkan banyak kontroversi. “Mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris yang terkenal dengan keunggulan pertaniannya,” jelasnya. Bahkan ia menilai, Indonesia seharusnya lebih unggul dalam hal-hal alat, benih maupun kebutuhan terkait dunia pertanian.
Riyono menjelaskan. pada tahap pertama impor yang sudah dilakukan sebanyak satu kontainer yang terdapat didalamnya ada 900 box berisi 24 pcs cangkul. “Jumlah ini seharusnya cukup di percayakan pada usaha kecil menengah (UKM) saja,” jelasnya. Terutama untuk wilayah Jawa Tengah, Ia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua sentra pembuatan cangkul. “Bahkan Jika harus memenuhi kebutuhan cangkul se-Indonesia, Jateng siap untuk menyediakan,” terangnya.
Untuk mengantisipasi adanya kekurangan stok cangkul di Indonesia, Politisi fraksi PKS ini menganggap, seharusnya pemerintah mampu mendorong sentra pembuat cangkul dalam negeri agar semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaan pasar. “Ini merupakan wujud ketidak berpihakan pemerintah pusat terhadap perekonomian dalam negeri yang mulai menggeliat, dengan membuka keran impor cangkul sama saja mematikan usaha kecil dan menengah dalam negeri,” tegasnya.
Kebijakan ini, juga dinilai bertentangan dengan UU nomor 19 tahun 2013 pasal 19 ayat 3 dan Perda nomor 5 tahun 2016 pasal 10 ayat 6 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani yang menyatakan bahwa Penyediaan Sarana Produksi Pertanian diutamakan menggunakan produksi dalam negeri. “Itu artinya selama produk dalam negeri masih dapat mencukupi kebutuhan sarana produksi, impor tidak perlu di lakukan,” tandasnya.(pks/vla)
Sumber : www.swarakalibata.com
Tidak ada komentar