Titulo

Impor Cangkul Wujud Ketidakberpihakan Pemerintah

 Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono menyayangkan kebijakan pemerintah melalui PT PPI yang mengimpor cangkul dari Tiongkok dan Vietnam.

Menurut Riyono kebijakan dibukanya keran impor untuk cangkul menimbulkan kontroversi, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang terkenal dengan keunggulan pertaniannya.

Secara tidak langsung, kata Riyono, seharusnya Indonesia lebih unggul berkaitan dengan alat-alat, benih, maupun kebutuhan yang berkaitan dengan pertanian.  Apalagi cuma cangkul yang merupakan alat sederhana.

“Pada tahap pertama impor yang sudah dilakukan sebanyak satu kontainer berisi 900 boks cangkul. Jumlah ini seharusnya cukup dipercayakan pada usaha kecil menengah (UKM) saja,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Suaramerdeka.com, Selasa (1/10).

Lebih lanjut, Riyono mengatakan bahwa di Jateng saat ini terdapat dua sentra pembuatan cangkul, yakni di Brebes dan Klaten. Belum lagi dengan usaha-usaha kecil yang tersebar di seluruh Jateng. “Bahkan Jika harus memenuhi kebutuhan cangkul se-Indonesia, Jateng siap untuk menyediakan,” tandas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng ini.

PT PPI, imbuh Riyono, beralasan bahwa impor tersebut karena banyaknya beredar perdagangan cangkul illegal dari luar negeri. Padahal seharusnya peran pemerintah adalah membasmi perdagangan illegal, baik dengan kebijakan perundangan maupun melalui aparat.

Selain itu untuk mengantisipasi adanya kekurangan stok cangkul di Indonesia, seharusnya pemerintah mampu mendorong sentra pembuat cangkul dalam negeri agar semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaanpasar.

“Ini wujud ketidak berpihakan pemerintah pusat terhadap perekonomian dalam negeri yang mulai menggeliat, membuka keran impor cangkul sama saja mematikan usaha kecil dan menengah dalam negeri,” tegasnya.

Kebijakan ini, tambah Riyono, juga bertentangan dengan UU No 19 tahun 2013 pasal 19 ayat 3 dan Perda No. 5 tahun 2016 pasal 10 ayat 6 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. “Itu artinya selama produk dalam negeri masih dapat mencukupi kebutuhan sarana produksi, impor tidak perlu di lakukan,” pungkasnya.
Sumber : suaramerdeka.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.