Mencontoh Umar Ra |
Sering saya teringat akan kisah khalifah Umar yang sangat cinta dengan rakyatnya. Dan selalu saja berhasil membuat saya merasa kecil.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Fadhail ash-Shahabah bahwa Aslam radhiyallahu ‘anhu bercerita :
Suatu malam aku keluar bersama Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu ‘anhu ke dusun Waqim. Ketika kami sampai di Shirar kami melihat ada api yang dinyalakan. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai Aslam Radhiyallahu ‘anhu di sana ada musafir yang kemalaman, mari kita ke sana menemui mereka.” Kami segera mendatangi mereka dan ternyata di sana ada seorang wanita bersama anak-anaknya sedang menunggui periuk yang diletakkan di atas api, sementara anak-anaknya menangis. Umar Radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Assalamu ‘alaiki wahai pemilik api.” Wanita itu menjawab: “Wa alaikas salam.” Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami boleh mendekat?” Dia menjawab: “Terserah kalian!” Umar Radhiyallahu ‘anhu segera mendekat dan bertanya: “Ada apa gerangan dengan kalian?” Wanita itu menjawab: “Kami kemalaman dalam perjalanan serta kedinginan.” Umar Radhiyallahu ‘anhu kembali bertanya: “Kenapa anak-anak itu menangis?” Wanita itu menjawab: “Karena lapar.” Umar Radhiyallahu ‘anhu kembali bertanya: “Apa yang engkau masak di atas api itu?” Dia menjawab: “Air agar aku dapat menenangkan mereka hingga tertidur. Dan Allah Azza wa Jalla kelak yang akan jadi hakim antara kami dengan Umar Radhiyallahu ‘anhu ” (Fadhail ash-Shahabah, 1/290)
“Maka Umar Radhiyallahu ‘anhu menangis dan segera berlari pulang menuju gudang tempat penyimpanan gandum. Ia segera mengeluarkan sekarung gandum dan satu ember daging, sambil berkata: “Wahai Aslam Radhiyallahu ‘anhu naikkan karung ini ke atas pundakku.” Aslam Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Biar aku saja yang membawanya.” Umar Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Apakah engkau mau memikul dosaku kelak di hari Kiamat?” Maka ia segera memikul karung tersebut di atas pundaknya dan kembali mendatangi tempat wanita itu. Setelah meletakkan karung tersebut ia segera mengeluarkan gandum dan memasukkannya ke dalam periuk. Setelah itu ia memasukkan daging ke dalamya. Umar Radhiyallahu ‘anhu berusaha meniup api di bawah periuk hingga asap menyebar di antara jenggotnya untuk beberapa saat. Setelah itu Umar Radhiyallahu ‘anhu menurunkan periuk dari atas api dan berkata: “Berikan aku piring kalian!”. Setelah piring diletakkan Umar Radhiyallahu ‘anhu segera menuangkan isi periuk ke dalam piring itu dan menghidangkannya kepada anak-anak wanita itu dan berkata: “Makanlah.” Maka anak-anak itupun makan hingga kenyang. Wanita itu berdoa untuk Umar Radhiyallahu ‘anhu agar diberi ganjaran pahala sementara dia sendiri tidak mengenal Umar Radhiyallahu ‘anhu.” (Fadhail ash-Shahabah, 1/290)
Saya menyadari, menjadi pemimpin (walau hanya sebagai wakil rakyat) adalah tugas yang tidak ringan. Akan ada pertanggungjawaban kelak di hari akhir, tentang apa-apa yang saya kerjakan dan apa-apa yang tidak saya kerjakan. Yang lalai dan tak terlaksana dengan baik. Saya juga menyadari bahwa diri ini masih sangat jauh dari sosok pemimpin yang baik, Namun tetap saja, amanah telah diberikan, dan saya akan melakukan apa yang terbaik yang saya bisa. Tentu dengan dukungan dan doa rekan-rekan semua.
Doakan saya untuk bisa terus istiqomah.
Salam takzim.
Tidak ada komentar