Sumber : wartalegislatif.dprd.jatengprov.go.id |
Komisi B DPRD Jateng menginginkan program penyaluran kredit "Mitra 25" lewat Bank Jateng untuk UMKM bisa diperbaiki. Ada beberapa kendala internal dan eksternal yang menjadikan pelaksanaan program tersebut tidak begitu sukses di sejumlah tempat.
Diungkapkan Ketua Komisi B M Chamim Irfani, secara internal terkait target yang dibebankan masing-masing kantor cabang. Pasalnya masing-masing kantor cabang dialokasikan Rp 10 miliar. Ternyata tidak semua cabang bisa mencapai target itu. "Seperti contoh di Salatiga atau daerah-daerah yang memiliki wilayah kecil seperti Kota Pekalongan, Solo, Kota Tegal. Semestinya alokasinya jangan Rp 10 miliar, terlalu besar untuk daerah kecil. Keinginan kami, tidak semua daerah dialokasikan sama. Masalah ini akan kami kaji kemudian bahas bersama dengan Bank Jateng," ucap dia di sela-sela kunjungan kerja di Kantor Bank Jateng Cabang Salatiga, Senin (10/4/2017). Rombongan komisi yang membidangi perekonomian itu diterima Kepala Cabang Salatiga Erick Abibon.
Disinggung pula masalah eksternal, yakni agunan atau jaminan. Masalah itu dilontarkan anggota Komisi B Riyono dan Romly Mubarok. Riyono mengemukakan, dari awal Bank Jateng tidak memberikan keputusan yang jelas apakah program Mitra 25 tersebut menggunakan agunan atau tidak. Masyarakat atau kelompok usaha yang ditemui di lapangan kerap kali mengaku sulit mengajukan pinjaman lewat Mitra 25 di Bank Jateng karena terbentur agunan. Padahal Gubernur Ganjar Pranowo sejak awal menyatakan program kredit bunga 7% itu tanpa agunan.
"Saat sosialisasi pun masalah agunan tidak pernah disinggung. Semestinya, kalau program ini tidak ada agunannya, bilang saja kepada masyarakat kalau tidak ada agunannya. Saya melihat, Bank Jateng masing setengah-setengah," ucap politikus PKS itu.
Romly pun secara tegas mengemukakan, secara hukum Bank Jateng bisa salah dalam menyosialisasikan program tersebut kepada masyarakat. "Ini program tanpa agunan, kenapa tidak dikemukakan sejak awal kepada masyarakat," jelas dia.
Chamim menegaskan masalah agunan juga akan dibawa ke rapat besar dengan Bank Jateng. Dia berharap ada revisi peraturan untuk memudahkan masyarakat mengajukan kredit tanpa agunan. Demikian juga dengan Bank Jateng dalam menyosialisasikan program kredit, pertama yang dikemukakan adalah tidak ada agunan.
Secara keseluruhan penyaluran kredit Mitra 25 di Kota Salatiga sudah berjalan. Erick memaparkan Sejak Maret 2016 dari alokasi Rp 10 miliar, sampai Mare 2017 sudah tersalurkan Rp 2,9 miliar dengan jumlah nasabah 154 orang. Terbanyak nasabah Mitra 25 adalah pedagang lainnya seperti penjual bumbu, ikan di pasar yang jumlahnya ada 50 nasabah. Disusul kemudian warung kelontong ada 29 nasabah, rumah makan (20), jasa (15), industri pengolahan (14), peternakan, perikanan, dan pertanian (19), dan kerajinan ada tujuh nasabah.
Bagi Chamim, kinerja Bank Jateng dengan empat kecamatan sangat bagus. "Kalau dibandingkan dengand aerah lain yang jumlah kecamatannya banyak, jelas tidak bisa. Salatiga dengan empat kecamatan memiliki 154 nasabah sudah sangat bagus," jelas dia.
Diungkapkan Ketua Komisi B M Chamim Irfani, secara internal terkait target yang dibebankan masing-masing kantor cabang. Pasalnya masing-masing kantor cabang dialokasikan Rp 10 miliar. Ternyata tidak semua cabang bisa mencapai target itu. "Seperti contoh di Salatiga atau daerah-daerah yang memiliki wilayah kecil seperti Kota Pekalongan, Solo, Kota Tegal. Semestinya alokasinya jangan Rp 10 miliar, terlalu besar untuk daerah kecil. Keinginan kami, tidak semua daerah dialokasikan sama. Masalah ini akan kami kaji kemudian bahas bersama dengan Bank Jateng," ucap dia di sela-sela kunjungan kerja di Kantor Bank Jateng Cabang Salatiga, Senin (10/4/2017). Rombongan komisi yang membidangi perekonomian itu diterima Kepala Cabang Salatiga Erick Abibon.
Disinggung pula masalah eksternal, yakni agunan atau jaminan. Masalah itu dilontarkan anggota Komisi B Riyono dan Romly Mubarok. Riyono mengemukakan, dari awal Bank Jateng tidak memberikan keputusan yang jelas apakah program Mitra 25 tersebut menggunakan agunan atau tidak. Masyarakat atau kelompok usaha yang ditemui di lapangan kerap kali mengaku sulit mengajukan pinjaman lewat Mitra 25 di Bank Jateng karena terbentur agunan. Padahal Gubernur Ganjar Pranowo sejak awal menyatakan program kredit bunga 7% itu tanpa agunan.
"Saat sosialisasi pun masalah agunan tidak pernah disinggung. Semestinya, kalau program ini tidak ada agunannya, bilang saja kepada masyarakat kalau tidak ada agunannya. Saya melihat, Bank Jateng masing setengah-setengah," ucap politikus PKS itu.
Romly pun secara tegas mengemukakan, secara hukum Bank Jateng bisa salah dalam menyosialisasikan program tersebut kepada masyarakat. "Ini program tanpa agunan, kenapa tidak dikemukakan sejak awal kepada masyarakat," jelas dia.
Chamim menegaskan masalah agunan juga akan dibawa ke rapat besar dengan Bank Jateng. Dia berharap ada revisi peraturan untuk memudahkan masyarakat mengajukan kredit tanpa agunan. Demikian juga dengan Bank Jateng dalam menyosialisasikan program kredit, pertama yang dikemukakan adalah tidak ada agunan.
Secara keseluruhan penyaluran kredit Mitra 25 di Kota Salatiga sudah berjalan. Erick memaparkan Sejak Maret 2016 dari alokasi Rp 10 miliar, sampai Mare 2017 sudah tersalurkan Rp 2,9 miliar dengan jumlah nasabah 154 orang. Terbanyak nasabah Mitra 25 adalah pedagang lainnya seperti penjual bumbu, ikan di pasar yang jumlahnya ada 50 nasabah. Disusul kemudian warung kelontong ada 29 nasabah, rumah makan (20), jasa (15), industri pengolahan (14), peternakan, perikanan, dan pertanian (19), dan kerajinan ada tujuh nasabah.
Bagi Chamim, kinerja Bank Jateng dengan empat kecamatan sangat bagus. "Kalau dibandingkan dengand aerah lain yang jumlah kecamatannya banyak, jelas tidak bisa. Salatiga dengan empat kecamatan memiliki 154 nasabah sudah sangat bagus," jelas dia.
Sumber : wartalegislatif.dprd.jatengprov.go.id
Tidak ada komentar