Titulo

Kondisi Nelayan Sekarang, Kebijakan Tidak Pro Nelayan Pasti Dilawan

Beberapa berita yang cukup santer disiarkan masih tentang nelayan yang dirugikan akibat Peraturan Pemerintah (Permen) yang tidak pro nelayan, sehingga menyebabkan para nelayan hampir diberbagai daerah melakukan aksi penolakan. Kali ini ribuan nelayan pantai utara Kota Tegal melakukan aksi damai dengan meneriakan aspirasi penolakan keras terhadap keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Para nelayan melakukan aksi itu dilatarbelakangi peraturan tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan dengan pukat tarik, cantrang dan jongrang, akan berdampak ke perekonomian para nelayan kecil. Di Kota Tegal, ada sekitar 5.000 nelayan akan kehilangan pendapatan, banyak pengangguran karena nelayan mengalami kebangkrutan.

Kalau aturan itu tidak bisa diubah, ratusan unit kapal nelayan Tegal akan mangkrak tidak beroperasi, pegiat usaha di pelabuhan terancam gulung tikar. Maka para nelayan menolak keputusan Menteri Susi, karana akan berdampak sosial, nelayan akan terus melakukan sebelum ada pengganti alat penangkapan yang modern dari kementerian terkait. Aksi para nelayan pun sudah sampai di ibukota beberapa waktu lalu yang langsung menyambangi kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Selain itu persoalan juga timbul saat ratusan nelayan dan pengusaha ikan di Juwana Pati melakukan mogok kerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Juwana. Mereka  menolak surat edaran dari Dirjen Perhubungan Laut  (Hublu) Nomor UM.003/47/16/DJPL-15  tentang pengukuran ulang kapal penangkap ikan.


Keterangan yang dihimpun menyebutkan, pada surat edaran tertanggal 10 Juli 2016, Dirjen Hubla mengatur kapal berkapasitas di atas 100 tonase kotor, dialihkan wilayah tangkapan ikannya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Itu artinya kalau nelayan dialihkan ke ZEE sama saja mengharuskan para nelayan memakai jaring dengan daya jangkau 3.000 meter ke dasar laut. Maka hal ini akan sangat memberatkan nelayan. Akibat surat edaran Dirjen Hubla menjadikan ribuan nelayan akan menganggur.
Selain itu, para nelayan juga mengeluhkan lamanya proses pengurusan surat izin kapal penangkapan ikan, yang sampai memakan waktu hingga dua bulan. Padahal dari janji pemerintah dalam hal ini Menteri Kelautan, pengurusan surat tersebut hanya akan memakan waktu satu minggu.  Biaya urus izin dua kapal bisa mencapai Rp768 juta per tahun. Itu dua bulan baru keluar, otomatis akan menghambat para nelayan untuk melakukan aktivitas perikanan. 

Para nelayan berharap pemerintah mengubah kebijakan yang dinilai memberatkan dan meminggirkan nasib nelayan. Aksi mogok melaut itu akan berdampak pada langkanya pasokan ikan di wilayah Juwana dan sekitarnya. Akibatnya, pemasukan daerah dan para pekerja lelang ikan merosot. 


Di TPI II Juwana setidaknya terdapat 65-75 pelaku lelang, dengan nilai lelang setiap hari men capai Rp1 miliar. Lelang ikan itu mampu memberikan pemasukan asli daerah (PAD) melalui retribusi sebesar Rp28,5 juta/hari. Karena aksi mogok tersebut, sebanyak 65-75 pelaku lelang kapal ini merasa rugi karena alur sungai tertutup sehingga aktivitas nelayan kecil terganggu dan tidak bisa melaut.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.