Titulo

Nelayan Kian Terpuruk, Pemerintah Perlu Langkah Solutif

Kabar mogoknya para nelayan untuk melaut semakin ramai diberitakan, hal ini akibat dari peraturan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang masih menjadi pro kontra di masyarakat. Kali ini kabar dari nelayan di Kabupaten Brebes yang putus asa dan berencana melakukan aksi mogok massal, jika pemerintah tak juga mencabut permen tersebut.
Para nelayan mengaku resah dengan keluarnya Permen Nomor 2 Tahun 2015. Sebab peraturan itu muncul tanpa sosialisasi terlebih dulu, dan tidak ada solusi untuk mengatasinya. Memang pada awal 2016 lalu pemerintah memberi tenggat waktu penggunaan alat tangkap jenis cantrang hanya, sampai 31 Desember 2016. Namun, hingga menjelang batas akhir, pemerintah tidak memberikan solusi penggantinya maupun mencabut larangan tersebut.
Jika pemerintah tidak segera mencari solusi atau mencabut peraturan itu, maka pihaknya tidak akan bertanggung jawab, apabila terjadi hal-hal tidak diinginkan yang dilakukan oleh para nelayan. Sebab, ada rencana bakal mengadakan aksi mogok melaut yang waktunya akan dibicarakan secara intensif antar nelayan.
Masalah lain dari para nelayan adalah cuaca buruk yang terjadi beberapa hari terakhir mengakibatkan ikan hasil tangkapan para nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Sidoarjo turun drastis. Para nelayan mengaku merugi karena nilai ikan hasil tangkapan tak sebanding dengan biaya untuk beli bahan bakar solar. Seperti dialami para nelayan di Desa Tambak Cemandi Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. Para nelayan di kawasan ini mengeluhkan turunnya hasil tangkapan ikan akibat cuaca buruk yang terjadi akhir-akhir ini.
Dalam kondisi cuaca normal setiap perahu nelayan yang melaut bisa membawa pulang ikan seberat 30 hingga 70 kilogram. Namun dalam kondisi cuaca buruk ini mereka hanya mampu membawa hasil ikan di bawah lima kilogram.

Kabar juga datang dari puluhan nelayan pencari kepiting di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara yang berhenti melaut dan berganti pekerjaan lain karena harga kepiting jatuh di pasaran. Harga kepiting yang biasanya mencapai Rp50.000 per 30 gram menjadi Rp.15.000 saat ini. Para nelayan juga mengeluhkan keberadaan puluhan nelayan Filipina yang berada di wilayah perbatasan  Sungai Ular. Menurutnya, keberadaan nelayan Filipina itu membuat area pencarian kepiting nelayan di Nunukan berkurang.

Dari segi penjualan, nelayan Filipina juga diuntungkan dibandingkan nelayan lokal. Nelayan Filipina bisa menjual kepiting dengan harga mahal hingga Rp160.000 per kilo ke Tawau, Malaysia. Sementara nelayan lokal tidak boleh karena ada larangan dari Kementrian Perikanan dan Kelautan. 


Pemerintah harusnya segera mengambil langkah tegas dan solutif atas semua permasalahan diatas. Dari mulai nelayan pesisir yang mogok karena pelarangan alat tangkap cantrang, kemudian kerugian nelayan akibat cuaca buruk, ditambah area nelayan pribumi yang dibiarkan dimasuki oleh asing dengan menjualnya ke negeri tetangga dengan harga yang lebih tinggi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.