Anggota Komisi B DPRD Jateng Riyono mengatakan, wilayah Indonesia dengan kodrat negeri agraris dan maritim adalah kodrat kesejahteraan bangsa. Potensi agraris diharapkan mampu mengantarkan negeri ini perkasa urusan pangan sebagai pilar ketahanan nasional. Bahkan, sampai level perdesaan, maritim dan pertanian adalah aset yang harus dijaga termasuk petani sebagai aktor utama pembangunan nasional.
"Kita peringati Hari Tani Nasional sebagai wujud kepedulian kepada petani, namum apa yg sekarang bisa kita lakukan untuk petani?" Ungkap Riyono yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Petani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Riyono, tantangan globalnya adalah mewujudkan kedaulatan pangan berbasis kepada kesejahteraan petani. Hal itu bisa dilakukan dengan menjadikan petani sebagai aktor utama pembangunan nasional.
"Caranya, Pemerintah Pusat harus mengawal pelaksanaan UU 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani sampai level Provinsi. Tapi sampai sekarang pemerintah pusat kelihatan adem ayem saja saat UU ini sudah disahkan selama tiga tahun. Buktinya PP juga belum ada" tegas Riyono
Cara kedua, lanjutnya, yakni kunci kesejahteraan petani harus didahului kebijakan politik. Hal itu dilakukan dengan cara menghentikan impor pangan strategis yang mampu dihasilkan oleh petani. Meski tak mudah, namun jika diupayakan akan terlaksana.
"Ini tidak mudah, namun harusnya bisa. Stop impor butuh keberanian politik," tandas Politisi perempuan PKS ini.
Menurut Riyono, data pada 2015 menunjukkan ada delapan produk startegis nasional mulai dari beras, jagung kedelai gula gandum garam dengan nilai impor tembus diangka Rp52 trilyun. Hal tersebut jelas menjadi sebuah ironi di negeri agraris.
Pengawalan UU petani sampai di level Provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk lahirnya Peraturan Daerah (Perda) adalah wujud nyata kehadiran negara di sawah dan desa. Menurut Riyono, masyarakat jangan bermimpi petani sejahtera jika impor terus dijalankan.
"Jangan mimpi negeri agraris akan perkasa jika petani hanya jadi aksesoris pembangunan. Nilai tukar petani harus diatas 103 sebagai bentuk riil perhatian Negara kepada petani," tandasnya.
"Kita peringati Hari Tani Nasional sebagai wujud kepedulian kepada petani, namum apa yg sekarang bisa kita lakukan untuk petani?" Ungkap Riyono yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Petani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Riyono, tantangan globalnya adalah mewujudkan kedaulatan pangan berbasis kepada kesejahteraan petani. Hal itu bisa dilakukan dengan menjadikan petani sebagai aktor utama pembangunan nasional.
"Caranya, Pemerintah Pusat harus mengawal pelaksanaan UU 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani sampai level Provinsi. Tapi sampai sekarang pemerintah pusat kelihatan adem ayem saja saat UU ini sudah disahkan selama tiga tahun. Buktinya PP juga belum ada" tegas Riyono
Cara kedua, lanjutnya, yakni kunci kesejahteraan petani harus didahului kebijakan politik. Hal itu dilakukan dengan cara menghentikan impor pangan strategis yang mampu dihasilkan oleh petani. Meski tak mudah, namun jika diupayakan akan terlaksana.
"Ini tidak mudah, namun harusnya bisa. Stop impor butuh keberanian politik," tandas Politisi perempuan PKS ini.
Menurut Riyono, data pada 2015 menunjukkan ada delapan produk startegis nasional mulai dari beras, jagung kedelai gula gandum garam dengan nilai impor tembus diangka Rp52 trilyun. Hal tersebut jelas menjadi sebuah ironi di negeri agraris.
Pengawalan UU petani sampai di level Provinsi dan kabupaten/kota dalam bentuk lahirnya Peraturan Daerah (Perda) adalah wujud nyata kehadiran negara di sawah dan desa. Menurut Riyono, masyarakat jangan bermimpi petani sejahtera jika impor terus dijalankan.
"Jangan mimpi negeri agraris akan perkasa jika petani hanya jadi aksesoris pembangunan. Nilai tukar petani harus diatas 103 sebagai bentuk riil perhatian Negara kepada petani," tandasnya.
Sumber : wartalegislatif.dprd.jatengprov.go.id
Tidak ada komentar