Kartu tani yang kini menjadi program andalan Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranomo, ternyata tak lepas dari peran Riyono Skel., M.So, anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Politisi yang lahir 8 Juni 1978 di Magetan, Jawa Timur inilah, yang kali pertama memiliki ide dasar mendata jumlah petani di seluruh Jawa Tengah.
Yang menarik, ide tersebut dicetuskan dari renungan dan keprihatinan yang mendalam semenjak Riyono memasuki bangku kuliah di Falkutas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP). "Bidang perikanan kelautan yang di dalamnya ada pertanian, memang menjadi salah satu pilihan perjuangan saya", tandas politikus PKS yang kini menjadi Ketua Petani nelayan Indonesia (PPNSI) ini.
Menurutnya, kalau tidak mengetahui persis data jumlah perani, upaya membantu dan meningkatkan kesejahteraan petani sangat sulit terwujud, Karena tidak ada dasar perhitungannya. Namun kini, Riyono bisa bernafas lega. Upayanya yang tak kenal lelah mendorong pendataan jumlah petani, akhirnya terlaksana. Telah terwujud dalam Program Kartu Tani sekarang ini.
Dirinya masih ingat betul, saat meminta anggaran untuk Kartu Tani tersebut. Bersama Urip Sihabuddin (Kepala Bappeda Provinsi JAteng, red), dirinya menghitung jumlah anggaran yang dieperlukan. PErtama butuh dana Rp. 21 Miliar, lalu berubah jadi Rp. 14 Miliar, turun lagi menajdi Rp. 9 Miliar.
"Saya tahu persis. Dan itu saya yang minta. Termasuk pada 2017 ini, masih belum terdata di 7 daerah. Itu bagian yang terus saya kampanyekan dan akan terus saya perjuangkan," tandasnya menepis klaim Komisi B DPRD Jateng.
Perjuangannya tidak berhenti pada Kartu Tani saja. Riyono juga menajdi tim inti yang menyelesaikan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan. "Saya tim akhir verivikator kaitannya dengan konten Perda PErlindungan dan Pemberdayaan PEtani dan Nelayan di Jateng ini," ungkapnya.
Karena itulah, saat ini Riyono lagi getol-getolnya mendorong Implementasi Perda Perlindungan dan PEmberdayaan PEtani dan Nelayan. "Karena Perda harus ada pergubnya, untuk bisa dilaksanakan," tandasnya.
Lebih dari itu, dirinya kini mendorong penyusunan rancanagan peraturan daerah (Raperda) tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan menjadi peraturan daerah (Perda). Saat ini bersama anggota dewan yang lain mempersiapkan naskah akademik Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Dipastikan sudah tersusun pada 2017. " Ini yang menurut saya juga sangan penting sekali," yakinnya.
Disisi lain, Riyono juga masih terus memperjuangkan kaum nelayan dengan menolak kebijakan pelarangan cantranyang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Protes keras kaum nelayan terutama di Jateng membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan toleransi penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrng bagi nelayan hingga Desember 2016.
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP bernomor 14319/PSDKP/IX/2015 tertanggal 30 September 2015, pemerintah memberikan toleransi bagi para nelayan untung menggunakan cantrang hingga 2016.
Namun demikian, bagi Riyono, kebijakan tersebut tetap tidak berpihak kepada nelayan. Putra dari pasangan Jumiran dan Winarti ini menyebut 80 persen nelayan di Jateng yang beroperasi di luar Jawa masih menggunakan cantrang. Sementara utnuk alih alat tangkap membutuhkan biaya Rp 1 miliar hingga 2 miliar. Para nelayan tidak mampu menggantinya."Larangan cantrang ini membuat para nelayan menganggur karena tak bisa melaut," tandasnya.
Kendati begitu, dalam ranah demokrasi, kata Riyono, perjuangan tersebut harus didukung dengan peran aktif dan partisipasi masyarakat. Sebab, demokrasi adalah alat untuk menuju kesejahteraan masyarakat. "Kepada masyarakat pesisir maupun para petani, ayo membangun demokrasi dengan sehat. Saya sekarang sedang berjuang supaya masyarakat pesisir sejahtera. Tentang poros maritim yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah ruh utamanya kesejahteraan nelayan," tandasnya.(udi)
Yang menarik, ide tersebut dicetuskan dari renungan dan keprihatinan yang mendalam semenjak Riyono memasuki bangku kuliah di Falkutas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP). "Bidang perikanan kelautan yang di dalamnya ada pertanian, memang menjadi salah satu pilihan perjuangan saya", tandas politikus PKS yang kini menjadi Ketua Petani nelayan Indonesia (PPNSI) ini.
Menurutnya, kalau tidak mengetahui persis data jumlah perani, upaya membantu dan meningkatkan kesejahteraan petani sangat sulit terwujud, Karena tidak ada dasar perhitungannya. Namun kini, Riyono bisa bernafas lega. Upayanya yang tak kenal lelah mendorong pendataan jumlah petani, akhirnya terlaksana. Telah terwujud dalam Program Kartu Tani sekarang ini.
Dirinya masih ingat betul, saat meminta anggaran untuk Kartu Tani tersebut. Bersama Urip Sihabuddin (Kepala Bappeda Provinsi JAteng, red), dirinya menghitung jumlah anggaran yang dieperlukan. PErtama butuh dana Rp. 21 Miliar, lalu berubah jadi Rp. 14 Miliar, turun lagi menajdi Rp. 9 Miliar.
"Saya tahu persis. Dan itu saya yang minta. Termasuk pada 2017 ini, masih belum terdata di 7 daerah. Itu bagian yang terus saya kampanyekan dan akan terus saya perjuangkan," tandasnya menepis klaim Komisi B DPRD Jateng.
Perjuangannya tidak berhenti pada Kartu Tani saja. Riyono juga menajdi tim inti yang menyelesaikan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Nelayan. "Saya tim akhir verivikator kaitannya dengan konten Perda PErlindungan dan Pemberdayaan PEtani dan Nelayan di Jateng ini," ungkapnya.
Karena itulah, saat ini Riyono lagi getol-getolnya mendorong Implementasi Perda Perlindungan dan PEmberdayaan PEtani dan Nelayan. "Karena Perda harus ada pergubnya, untuk bisa dilaksanakan," tandasnya.
Lebih dari itu, dirinya kini mendorong penyusunan rancanagan peraturan daerah (Raperda) tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan menjadi peraturan daerah (Perda). Saat ini bersama anggota dewan yang lain mempersiapkan naskah akademik Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Dipastikan sudah tersusun pada 2017. " Ini yang menurut saya juga sangan penting sekali," yakinnya.
Disisi lain, Riyono juga masih terus memperjuangkan kaum nelayan dengan menolak kebijakan pelarangan cantranyang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Protes keras kaum nelayan terutama di Jateng membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan toleransi penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrng bagi nelayan hingga Desember 2016.
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP bernomor 14319/PSDKP/IX/2015 tertanggal 30 September 2015, pemerintah memberikan toleransi bagi para nelayan untung menggunakan cantrang hingga 2016.
Namun demikian, bagi Riyono, kebijakan tersebut tetap tidak berpihak kepada nelayan. Putra dari pasangan Jumiran dan Winarti ini menyebut 80 persen nelayan di Jateng yang beroperasi di luar Jawa masih menggunakan cantrang. Sementara utnuk alih alat tangkap membutuhkan biaya Rp 1 miliar hingga 2 miliar. Para nelayan tidak mampu menggantinya."Larangan cantrang ini membuat para nelayan menganggur karena tak bisa melaut," tandasnya.
Kendati begitu, dalam ranah demokrasi, kata Riyono, perjuangan tersebut harus didukung dengan peran aktif dan partisipasi masyarakat. Sebab, demokrasi adalah alat untuk menuju kesejahteraan masyarakat. "Kepada masyarakat pesisir maupun para petani, ayo membangun demokrasi dengan sehat. Saya sekarang sedang berjuang supaya masyarakat pesisir sejahtera. Tentang poros maritim yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah ruh utamanya kesejahteraan nelayan," tandasnya.(udi)
Tidak ada komentar