Titulo

Riyono: Laut Harus Jadi Sarana Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat Indonesia

BELUM berpihaknya pemerintah kepada para nelayan, terutama terkait kebijakan cantrang membuat kalangan Dewan akan menjadi inisiator lahirnya peraturan daerah (Perda) nelayan.

Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Riyono menyampaikan bahwa akan ada pembahasan terkait Perda nelayan. Lebih lanjut, Riyono menyampaikan bahwa permasalahan yang masih dikeluhkan nelayan, adalah terkait kebijakan cantrang menteri Susi Pudjiastuti.

Kebijakan yang berbuntut protes banyak nelayan, terutama di Jateng itu akhirnya membuat pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan toleransi penggunaan alat tangkap ikan berupa cantrang bagi nelayan hingga Desember 2016. Sesuai Surat Edaran Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP bernomor 14319/PSDKP/IX/2015 tertanggal 30 September 2015, pemerintah memberi toleransi bagi para nelayan untuk menggunakan cantrang hingga 2016.

Namun demikian, kurang adilnya pemerintah terhadap nelayan membuat Riyono yang merupakan pria kelahiran Magetan, Jawa Timur ini geram. Riyono menyebut beberapa kebijakan Susi yang tidak pro-nelayan, yakni Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2015 tentang larangan menangkap lobster dalam ukuran tertentu bagi nelayan dan harus dilepaskan kembali. Ada juga Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 soal larangan pemakaian pukat hela dan pukat tarik (cantrang).

Riyono yang merupakan putra dari Jumiran dan Winarti ini menyebut 80 persen nelayan di Jateng yang beroperasi di luar Jawa menggunakan cantrang. Sementara untuk alih alat tangkap membutuhkan biaya Rp 1 miliar hingga 2 miliar. Para nelayan tidak mampu menggantinya. Menurut Riyono, larangan cantrang ini membuat para nelayan menganggur karena tak bisa melaut.

Kebijakan lain yang merugikan nelayan, kata Riyono, adalah Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang larangan kapal bongkar di tengah laut. “Kebijakan ini membuat biaya melaut lebih mahal karena kapal tak boleh memindahkan hasil tangkapan ke kapal lain,” kata Riyono.

Mengapa Riyono demikian getol mengkritisi pemerintah, terutama soal kebijakan cantrang? Riyono menyebut bahwa jumlah nelayan pengguna cantrang di Jateng saat ini menjadi yang terbesar dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Pada 2015, di Jateng tercatat sebanyak 10.758 nelayan yang 1.248 nelayan di antaranya menggunakan cantrang. Selain itu, cantrang menjadi salah satu alat tangkap ikan yang favorit bagi para nelayan di Jateng.

Ingin Dorong Kesejahteraan Nelayan dan Petani

Satu hal yang menjadi keinginan Riyono, bahwa agar laut dan seluruh isinya menjadi sarana untuk menjadikan masyarakat Indonesia makmur dan sejahtera. Sehingga, Riyono pun akan terus berjuang di komisi B DPRD Jateng, untuk menkritisi kebijakan yang tidak pro rakyat, terutama seputar laut dan nelayan.

Pria yang lahir pada Kamis  8 Juni 1978 di Kota Kecil, Magetan Jawa Timur ini menjadi salah satu tokoh yang cukup diperhitungkan baik di tingkat regional Jawa Tengah maupun tingkat nasional. Sebelum menjadi anggota DPRD, perhatiannya kepada kesejahteraan petani dan nelayan menjadikannya sebagai Deklarator dan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) tingkat pusat. Baginya kesejahteraan petani dan nelayan adalah keniscayaan. Tekadnya ini cukup beralasan karena selain Indonesia dikenal sebagai negara agraris, sumber Produk Domestik Bruto Nasional 40% berasal dari sektor pertanian.

“Saya dilahirkan dari keluarga petani yang serba terbatas, namun dari keluarga ini saya dididik tentang pentingnya arti kedisiplinan dan kerja keras, dari ayah saya belajar bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik, maka harus diawali dengan usaha yang keras. Pernah saya sempat urung masuk perguruan tinggi karena keterbatasan biaya, namun berkat dorongan ayah, saya membiayai seluruh biaya pendaftaran kuliahnya dari menanam cabai, mulai dari mencangkul tanah, menyebar bibit, hingga merawatnya secara berkala, dan saya berhasil memanen cabai sendiri untuk  kuliah,”jelasnya.

Salah satu sejarah tersebut yang membuat Riyono berjanji untuk terus memperjuangkan nasib nelayan dan petani. Alumnus Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro ini juga pernah suatu ketika tinggal bersama nelayan di sekitar pantai utara. Dari sinilah ia mulai merasakan bahwa menjadi nelayan itu tidak mudah.

“Sepanjang penelitian itu Riyono berkesimpulan bahwa penghasilan yang dimiliki nelayan itu masih rendah. Apalagi ketika musim barat. Pada titik inilah timbul tekad dalam diri Riyono agar suatu saat ia mampu merubah nasib hidup nelayan.

Jiwa Riyono sejak lama memang sudah terpanggil untuk membela kaum tani. Namun hal itu baru dapat terealisasikan ketika Riyono masih aktif sebagai ketua HMJ Kelautan. pada bulan September tahun 2003 Riyono mengikuti Kongres Masyarakat Pertanian Indonesia di IPB. Kongres yang diikuti oleh BEM seluruh Indonesia, pakar pertanian, akademisi, perwakilan kelompok tani, perwakilan dinas-dinas ini menunjuk Riyono menjadi ketua sidangnya.

Kemudian pada tanggal 17 September 2003 Riyono bersama Baran Wirawan (sekretaris Menteri Pertanian 2009-2014), Dr. Sugeng Herususeno (Wakil Dekan FPIK IPB 2013) dan peserta kongres lainnya mendeklarasikan berdirinya Federasi Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (FPNSI). FPNSI merupakan cikal bakal munculnya PPNSI.

“Selama di FPNSI saya turut membantu program pemerintah terkait pemberdayaan petani. Saya juga turut serta dalam pemberdayaan masyarakat di pesisir Jawa Tengah. Saya juga diminta  mendampingi pemberdayaan ternak beberapa kota di Jawa Tengah,”ungkapnya.

Akhirnya, Riyon pun mendeklarasikan Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia di Jawa Tengah pada tanggal 19 Maret 2005. Riyono ditunjuk menjadi Ketua PPNSI Jawa Tengah.

“Nama PPNSI mulai muncul di permukaan ketika saya dan kawan-kawan mengadvokasi usulan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo pada tahun 2008 yang ingin menghapus subsidi pupuk. Bagi kami, menghapus subsidi pupuk sama dengan membunuh petani. Akibat aksi keras PPNSI kepada pemerintah, saya dipanggil langsung oleh Bibit Waluyo. Namun akhirnya subsidi pupuk tidak jadi dihapus,”ungkapnya.

Ingin Masyarakat Jateng Sukseskan Gemar Makan Ikan

Di tengah gencarnya  kampanye untuk menggalakkan konsumsi ikan, Provinsi Jawa Tengah rupanya masih punya banyak PR untuk mencapai tingkat konsumsi ikan sesuai harapan pemerintah. Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jateng, tingkat konsumsi ikan warga daerah ini masih berada di bawah angka 10 kilogram per tahun per jiwa.

Di sisi lain, kondisi produksi dan industri perikanan di Jateng cukup bagus. Produksi ikan tangkap tak kurang 125.000 ton dan mampu memberikan peluang kerja tak kurang dari 200.000 orang nelayan dan masyarakat pesisir. Namun rendahnya konsumsi ikan di Jateng disesalkan Riyono."Cukup menyedihkan jika konsumsi ikan rakyat jateng paling rendah di nasional? Masa kalah sama provinsi lain,” kata Riyono.

Berdasarkan data yang ada, konsumsi ikan di Jateng baru 22.37 kg per kapita per tahun. Sementara, konsumsi ikan tahun 2015 sebanyak 20.9 kg per kapita per tahun. Sehingga, kata Riyono, walaupun naik 2 persen ini masih jauh dari harapan nasional yang ditarget oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebanyak 40 - 70 kg per kapita/ tahun.

"Saya rasa perlu Pemprov menggalakan kembali gerakan Makan Ikan secara spesifik, selama ini belum maksimal hanya dengan gerakan umum. Perlu lebih speaifik, misal one day one fish 1 hari 1 ekor ikan bagi anggota keluarga," ujar legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng  dari daerah pemilihan X Jateng (Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan dan Kabupaten Pemalang) ini.

Menurut Riyono, jika one day one fish ini bisa dijalankan maka Riyono optimis konsumsi ikan rakyat jateng akan meningkat minimal 5 persen di tahun 2017.“Gerakan Gemar Ikan harus digalakan secara spesifik seperti 'One Day One Fish'. Dengan harapan, sebuah keluarga minimal dalam sehari makan satu ikan, apalagi harga daging sapi atau ayam sekarang naik, maka ikan bisa menjadi alternatif sebagai konsumsi bagi masyarakat yang lebih murah,” kata Riyono.

Namun saat ini, tambah Riyono, produksi tangkapan ikan tengah turun.”Hal ini sebagai dampak dari Permen Kelautan No.2/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang. Maka untuk solusinya adalah mengandalkan tangkapan ikan dari perairan darat,” pungkas Riyono.
Sumber : www.jateng.pks.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.