Hal yang paling ditakutkan oleh para petani kebanyakan adalah gagal panen yang menyebabkan mereka harus kehilangan pendapatan satu-satunya dari mata pencaharian yang mereka geluti. Selain harga hasil panen turun dipasaran, gagal panen lebih menakutkan dan merugikan. Namun hal ini tidak akan terjadi lagi bagi para petani karena ketika para petani mengalami gagal panen mereka akan mendapatkan asuransi atau ganti rugi dari pemerintah sebesar 1,5 juta rupiah.
Preminya akan dibayarkan oleh pemerintah provinsi nantinya karena program ini sesuai dengan amanat peraturan daerah tentang perlindungan petani yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Kamis pekan lalu. Teknis pelaksanaannya pun nantinya akan dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
DPRD akan mendorong agar ada alokasi anggaran untuk pembayaran premi asuransi petani itu. Perhitungannya misalnya 1 hektare lahan petani, butuh biaya premi Rp 38 ribu per musim.
Jika lahan petani gagal panen, bisa mendapatkan ganti rugi melalui asuransi senilai Rp 6 juta. Selain itu, pemerintah menyediakan dana perawatan dan pengobatan dari asuransi jika saat bekerja petani mengalami kecelakaan.
Sedangkan bagi buruh tani yang tak punya lahan, peraturan daerah itu memperbolehkan buruh memanfaatkan tanah negara yang masih telantar. Pemanfaatan tanah itu secara gratis dengan luasan maksimal 1 hektare. Selama ini sudah ada buruh tani yang memanfaatkan tanah terlantar, tapi sistemnya masih sewa atau bagi hasil. Dan nanti sistemnya akan digratiskan dengan perjanjian HGU (Hak Guna Usaha) tanpa harus membayar.
Melihat kondisi selama ini posisi petani masih lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan usaha tani, dan akses pasar. Untuk itulah diperlukan upaya perlindungan dan pemberdayaan bagi masyarakat petani. Dengan adanya perda ini, bisa diwujudkan kedaulatan pangan serta mendorong kemandirian petani dalam meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas hidupnya.
Tidak ada komentar