Beberapa waktu lalu sempat santer diberitakan di media baik lokal maupun nasional tentang berbagai macam kasus yang menimpa para nelayan Indonesia. Mulai dari nelayan yang ditemukan meninggal ditengah perairan, kasus pembajakan kapal-kapal nelayan kecil oleh kapal asing yang memasuki area secara ilegal ditambah sederet kasus lainnya yang masih menjadi PR pemerintah dalam memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup nelayan.
Baru-baru ini juga terjadi kasus perseteruan antar nelayan yang mempermasalahkan alat tangkap ikan dengan jaring long. Hal ini terjadi antara nelayan kabupaten Jepara dengan nelayan kabupaten Rembang. Dua kota yang memiliki garis pantai pesisir utara Jawa ini memperdebatkan alat tangkap ikan jaring long atau yang disebut dengan Tuna Long Line (Rawai Tuna) yaitu alat tangkap ikan yang di operasikan secara horizontal di lapisan permukaan laut (50-400 meter),terdiri atas tali utama (mainline) yang pada jarak tertentu di gantungkan tali cabang (brench line) yang ujung tali cabang di ikatkan pancing, tiap 5 - 15 tali cabang dilengkapi pelampung.
Hal ini menjadi konflik antar nelayan karena penggunaan alat tangkap ikan ini yang harusnya digunakan untuk perairan yang diizinkan beroperasi di wilayah ZEEI Samudera hindia, ZEEI laut Sulawesi, dan ZEEI Samudera Pasifik. Aturan ini pun telah diatur dalam pasal 31 ayat 1 point pertama dalam Keputusan Menteri DKP nomor kep.60/MEN/2001 dan pasal 16 ayat 1 point pertama Keputusan Menteri DKP nomor KEP.10/MEN/2003.
Maka untuk segera menyelesaikan masalah ini harus segera dipertemukan kedua belah pihak yang dijadwalkan akan difasilitasi oleh Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah untuk menemukan titik temu permasalahan juga mencari solusinya. Agar kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan ataupun diuntungkan. Karena profesi mereka yang menjadi sumber penghidupan masyarakat maka sudah seharusnya mereka mendapatkan kesamaan hak dan peningkatan kualitas hidup.
Tidak ada komentar