Menyusul aksi demonstrasi nelayan yang berakhir kericuhan di Batang, Anggota Komisi B DPRD Jateng, Riyono, menyatakan bahwa pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkab dan Pemprov, harus lebih intensif dalam membangun komunikasi dengan para nelayan. Terutama dalam menyikapi Peraturan Mentri Kelautan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 yang menjadi pemicu persoalan.
Sebagaimana telah banyak diberitakan, Permen KP Nomor 2 Tahun 2015 mengandung muatan kontroversial di kalangan nelayan yaitu pelarangan jaring centrang atau jaring pukat. Hal ini mendapat reaksi keras dari nelayan di berbagai daerah.
“Kita harus melihat persoalan Permen dan tuntutan nelayan ini secara komprehenshif, jangan hanya sepotong dan pendekatannya pun harus dialog,” kata Riyono.
Selanjutnya Anggota Fraksi PKS DPRD Jateng itu menyampaikan bahwa nelayan bergejolak tentu memiliki alasan dan itu harus dikaji secara mendalam. Riyono menyebut bahwa Permen ini mengabaikan kearifan lokal. Secara subtansi, Permen 2/2015 harus dievaluasi dan direvisi agar lebih memahami kondisi nelayan dan para pengusaha di sektor perikanan. Larangan yang ada cenderung bersifat reaktif, mengabaikan fakta sosial, dan mengabaikan budaya masyarakat pesisir, terutama nelayan kecil.
“Kami memahami latar belakang dikeluarkannya Permen ini, salah satunya untuk melindungi sumber daya alam, akan tetapi yang harus diingat, kearifan lokal tiap daerah itu berbeda, dan ini yang luput dari Kementrian Kelautan,” tambahnya.
Di Jawa Tengah puncak penolakan terjadi dalam aksi demonstrasi di Kabupaten Batang pada Selasa (3/4). Ujung dari aksi demonstrasi tersebut terjadi kericuhan, berbagai fasilitas umum dirusak massa, dua polisi dilaporkan mengalami luka serius, dan 24 orang yang merupakan peserta aksi ditangkap.
“Saya mengimbau aparat kepolisian bijak dalam menangani proses hukum nelayan yang kemarin ditangkap saat aksi demonstrasi,” tutupnya.
Sumber : pks.or.id
Tidak ada komentar